Beranda | Artikel
Untuk apa kita hidup?
Sabtu, 11 April 2009

Segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang Merajai pada hari pembalasan. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi akhir zaman, da’i yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yang menerangkan kepada umat manusia wahyu yang diturunkan kepada mereka, dan sosok teladan terbaik bagi segenap umat manusia. Amma ba’du.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai umat manusia sembahlah Rabb kalian, Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah : 21). Beribadah kepada Allah merupakan sebuah amanah agung yang diletakkan di atas pundak segenap keturunan Adam alaihis salam dan juga saudara-saudara mereka dari bangsa jin. Inilah kewajiban terbesar umat manusia yang harus mereka tunaikan kepada Rabb mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. ad-Dzariyat : 56). Allah ta’ala memerintah dan melarang (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (QS. an-Nisaa’ : 36).

Apa yang dimaksud dengan ibadah?
Setiap muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tentu mengetahui hal ini; bahwa mereka hidup adalah untuk beribadah kepada Allah semata. Namun, banyak orang yang terjerumus dalam kekeliruan dalam memaknai ibadah di dalam kehidupan mereka. Sebagian orang menganggap bahwa ibadah hanya terkait dengan urusan masjid dan ibadah ritual belaka. Sebagian lagi memandang bahwa ibadah yang lebih penting adalah menjalin hubungan baik dengan sesama manusia tanpa memperdulikan agama mereka. Sebagian lagi memandang bahwa ibadah yang paling penting saat ini adalah terjun di dalam pertarungan di panggung politik untuk mendapatkan kekuasaan bagi kemenangan kaum muslimin.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah menerangkan hakikat ibadah ini dalam salah satu karyanya al-‘Ubudiyah bahwa ibadah merupakan istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah, berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tidak. Sebagian ulama lainnya mengungkapkan bahwa ibadah ialah menaati Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Ibadah dibangun di atas dua pondasi utama; yaitu pengagungan kepada Allah dan kecintaan kepada-Nya. Segala bentuk ibadah tidak akan diterima kecuali apabila murni untuk Allah dan dilakukan dengan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah seperti itulah yang akan mengantarkan seorang muslim berjumpa dengan Rabbnya dengan penuh suka cita. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang berharap untuk berjumpa dengan Rabbnya, hendaklah dia beramal salih dan tidak mempersekutukan Rabbnya dengan apa pun dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. al-Kahfi : 110).

Amal salih, bekal mengarungi kehidupan
Banyak orang mengira bahwa dengan harta dan jabatan maka seorang akan bisa hidup dengan penuh kenikmatan di alam dunia ini. Oleh sebab itu mereka mengejar-ngejar dunia bahkan lebih mengutamakannya daripada mengejar akhirat. Padahal, kita sama-sama tahu bahwa dunia ini hanyalah sementara. Hari ini kita masih bernafas, boleh jadi esok atau lusa tubuh kita sudah bermandikan tanah alias mati. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap jiwa pasti merasakan kematian, sesungguhnya pahala atas amal-amal kalian hanya akan disempurnakan pada hari kiamat kelak. Barangsiapa yang dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung, sedangkan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Ali Imran : 185). Allah juga berfirman (yang artinya), “Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan sekedar permainan dan kesia-siaan, dan sungguh negeri akhirat itu pasti lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, mengapa kalian tidak mau memikirkan?” (QS. al-An’aam : 32).

Hanya dengan iman dan amal salih seorang manusia bisa merasakan kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang tidak hanya berlangsung sesaat di muka bumi, akan tetapi terus berlanjut hingga di negeri akhirat nanti. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak akan merasa takut dan tidak pula merasa sedih; yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaan. Bagi mereka kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan terhadap ketetapan Allah, itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. Yunus : 10). Barangsiapa yang menjadikan kesenangan dunia sebagai puncak cita-cita dan angan-angan hidupnya maka Allah akan berikan itu semua kepada mereka, dan di akhirat mereka tidak akan mendapatkan apa-apa selain siksa. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengingkan kehidupan dunia beserta perhiasannya, maka Kami akan sempurnakan bagi mereka balasan atas amal mereka di dunia dan mereka sama sekali tidak dirugikan, mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh bagian di akhirat melainkan neraka, dan lenyaplah sudah apa yang mereka perbuat dan sia-sialah amal yang mereka lakukan di sana.” (QS. Huud : 15).

Hanya orang beriman sajalah yang kokoh
Cobaan hidup merupakan perkara yang wajar dan pasti dirasakan oleh umat manusia. Sakit dan sehat, miskin dan kaya, susah dan senang, sedih dan gembira, sempit dan lapang, merupakan bagian dari pernik hidup yang memaksa manusia untuk menentukan sikap dalam menyikapi semuanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “(Allah) Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2). Ketika umat manusia mencoba berpaling dari tuntunan Rabb mereka dalam mengatasi problematika hidup ini maka manusia akan sengsara. Sebaliknya, apabila mereka mau taat dan tunduk kepada syari’at Rabb mereka maka kesejatian hidup dan ketenangan dalam menerima cobaan akan senantiasa mereka dapatkan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah akan memberikan keteguhan kepada orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat…” (QS. Ibrahim : 27). Allah juga berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (syirik) maka mereka itu sajalah yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang benar-benar mendapat petunjuk.” (QS. al-An’aam : 82).

Hanya ada satu jalan!
Setiap orang menyangka bahwa apa yang mereka yakini adalah kebenaran dan setiap golongan merasa bahwa keberuntungan ada di pihak mereka, namun semua dakwaan membutuhkan pembuktian. Hanya ada satu jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan yang sejati di dunia dan di akhirat. Itulah jalan yang setiap kali sholat diminta oleh seorang mukmin kepada Rabbnya, “Ya Allah tunjukilah kepada kami jalan yang lurus.” Inilah jalan yang mengantarkan para nabi, orang-orang yang shiddiq, para pejuang yang mati syahid serta orang-orang salih. Sebuah jalan yang telah ditetapkan oleh Rabbul ‘alamin. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah pantas bagi seorang beriman, laki-laki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lain bagi urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab : 36).

Bahkan Allah menafikan keimanan dari diri orang-orang yang tidak mau melapangkan dadanya menerima keputusan utusan ar-Rahman al-Hakim. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikan engkau (wahai Muhammad) sebagai hakim atas segala perselisihan yang terjadi di antara mereka kemudian mereka tidak menemui di dalam hati mereka rasa sempit atas apa yang kamu tetapkan dan mereka pun menerimanya dengan sepenuh hati.” (QS. an-Nisaa’ : 65). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena hal itu akan mencerai-beraikan dari jalan-Nya. Itulah yang diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-An’aam : 153). Inilah jalannya kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti perjalanan hidup mereka di dalam hal aqidah, akhlak, ibadah, maupun mu’amalah dengan baik dan benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terlebih dulu dan pertama-tama berjasa kepada Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar, demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, dan Allah siapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah : 100). Maka barangsiapa yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan merugi di dunia dan di akhirat. Mereka mengira telah melakukan sesuatu yang terbaik, namun sebenarnya amal mereka sia-sia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (hai Muhammad); Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai oranag-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang sia-sia usahanyaa di dunia sementara mereka mengira telah melakukan yang terbaik.” (QS. al-Kahfi : 103-104).

Jauhilah sang pemusnah kebahagiaan!
Tatkala seorang hamba menyadari bahwa perjalanannya menuju Rabbnya merupakan perjalanan yang dipenuhi dengan onak dan duri di kanan dan kiri jalan ini. Tatkala dia mengerti bahwa untuk mendapatkan kenikmatan surga yang abadi dibutuhkan perjuangan dan ketabahan dalam menghadapi ujian yang bertubi-tubi. Maka ketika itulah seorang mukmin harus berupaya keras untuk menjaga mutiara keimanan dan modal kebahagiaan yang ada di dalam dirinya. Hanya hamba-hamba bertauhid sajalah yang dapat menjaga dirinya dari terseret ke dalam ombak syirik dan kekafiran. Sebuah ombak dahsyat dan angin topan yang sangat kencang yang akan menyeret orang-orang yang ragu dan menyimpan kekafiran ke dalam jurang neraka Jahannam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang Rasul setelah petunjuk jelas baginya dan dia justru mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan biarkan dia terombang-ambing di dalam kesesatannya dan kelak Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 115).

Sedangkan perkara paling pokok yang membuat mereka yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya itu adalah kesyirikan yang membuat pelakunya tidak lagi diampuni dosa-dosanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan dia akan mengampuni dosa lain di bawahnya bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’ : 116). Inilah faktor utama yang akan menendang barisan kaum pecundang ke dalam gerombolan tentara Iblis yang bersama-sama bahu membahu untuk menjerumuskan manusia ke dalam lembah kebinasaan. Inilah dosa syirik yang mengharamkan pelakunya untuk menikmati keindahan surga dan bidadari yang ada di sana. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka, dan bagi orang-orang zalim itu tidak ada seorang penolongpun untuk mereka.” (QS. al-Maa’idah : 72). Allah ta’ala berfirman mengisahkan tentang kengerian di hari kiamat. ketika manusia bermusuhan satu sama lain, mereka yang diikuti berlepas diri dan membenci orang-orang yang mengikutinya dan mereka sama-sama melihat pedihnya azab, mereka yang dulunya saling bekerjasama di atas kebatilan pun saat itu harus merasakan penyesalan yang teramat dalam, “Pada hari itu orang-orang yang berteman dekat pun berubah menjadi musuh satu dengan yang lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf : 67).

Sang musyrik tidak akan mendapatkan apa yang dia dambakan
Ketahuilah saudaraku -semoga Allah merahmatimu- bahwa berbagai macam jalan dimanfaatkan oleh syaitan dan bala tentaranya untuk menyesatkan bani Adam. Oleh sebab itu wajib bagimu untuk mengenali dan menjauhi tipu daya dan makar mereka, agar engkau tidak ikut terseret hancur binasa sebagaimana mereka. Ingatlah bahwasanya hanya dengan tauhid yang benar seorang hamba akan menemukan kebahagiaan hidup yang dicita-citakannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Seandainya para penduduk negeri itu beriman dan bertakwa niscaya Kami akan membukakan bagi mereka keberkahan dari langit dan bumi…” (QS. al-A’raaf : 96). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar berada di dalam kerugia, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. al-‘Ashr : 1-3).

Maka kalau seorang manusia mengharapkan keselamatan dengan jimat yang dikenakannya, atau mengharapkan kebahagiaan dengan datang kepada dukun dan paranormal serta mempercayai ocehan mereka, yakinlah bahwasanya orang-orang yang bergantung kepada selain-Nya tidak akan mendapatkan apa-apa, bahkan hati mereka tersiksa karenanaya, dan yang lebih mengerikan adalah Allah meninggalkan mereka dan tidak mau peduli lagi dengan nasib mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka baginya penghidupan yang sempit, dan kelak pada hari kiamat Kami akan mengumpulkannya dalam keadaan buta. Dia mengatakan; wahai Rabbku, mengapa kau bangkitkan aku dalam keadaan buta sementara dahulu aku bisa melihat. Allah menjawab; Demikianlah yang layak kamu dapatkan, dahulu datang kepadamu ayat-ayat-Kami tapi kemudian kamu melupakannya, maka sekarang pun kamu dilupakan.” (QS.Thaha : 124-126). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk.” (QS. al-Bayyinah : 6).

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hamba yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan membersihkan semua ketergantungan hati kita dari segala sesembahan selain-Nya. Yang dengan itulah maka hidup kita akan menjadi berarti, bukan sekedar membuat hidup menjadi lebih hidup, namun membuat orang benar-benar hidup. Itulah yang kita inginkan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Artikel asli: http://abumushlih.com/untuk-apa-kita-hidup.html/